Bekasi, TARGET OPRASI NEWS.COM - Bayangkan sebuah api yang besar dan terang, yang memberikan kehangatan dan cahaya bagi masyarakat. Namun, ketika api tersebut padam, maka yang tersisa hanyalah abu yang dingin dan gelap. Begitu juga dengan nurani pejabat, ketika nurani tersebut padam, maka yang tersisa hanyalah kekerasan dan penindasan bagi masyarakat.
Pejabat yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat, justru menjadi penindas bagi rakyatnya sendiri. Mereka lebih memikirkan kepentingan pribadi daripada kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat merasa tidak terlayani dengan baik. Seperti yang dikatakan dalam peribahasa Jawa, "Ajining dhiri dumunung ana ing lathi, ajining raga ana ing busana", yang berarti bahwa harga diri seseorang terletak pada kata-katanya dan penampilan fisiknya.
Namun, sepertinya beberapa pejabat telah melupakan makna dari peribahasa tersebut. Mereka lebih suka berbicara tentang kepentingan pribadi dan kekuasaan, daripada mempedulikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum". Namun, ketika pejabat tidak lagi mempedulikan nurani dan keadilan, maka negara hukum tersebut menjadi tidak berarti.
Dalam Alkitab, Matius 23:23 mengatakan, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan." Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya keadilan dan belas kasihan dalam menjalankan pemerintahan.
Masyarakat tidak butuh pejabat yang hanya berbicara tentang kekuasaan dan kepentingan pribadi. Mereka membutuhkan pejabat yang peduli dengan kebutuhan dan aspirasi mereka, yang bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua. Dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta kesadaran dan kepedulian pejabat terhadap masyarakat, kita dapat menciptakan pemerintahan yang lebih baik dan lebih peduli terhadap masyarakat.
Seperti yang dikatakan dalam peribahasa Minahasa, "Torang samua bisa", yang berarti bahwa kita semua bisa membuat perubahan jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh. Maka, saatnya bagi kita untuk bangkit dan menuntut perubahan. Saatnya bagi kita untuk mengatakan "cukup" pada pejabat yang korup dan tidak peduli dengan masyarakat. Saatnya bagi kita untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera bagi semua, dengan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan peduli terhadap masyarakat. Kita tidak bisa menunggu lagi, karena waktu untuk perubahan sudah tiba.
Oleh Kefas Hervin Devananda, Jurnalis Pewarna Indonesia