LEBAK,TARGETOPRASINEWS.COM — Aktivitas tambang galian tanah yang diduga ilegal kian marak di Kabupaten Lebak, Banten. Praktik ini memicu kekhawatiran masyarakat karena dianggap merusak lingkungan dan melanggar berbagai ketentuan hukum, termasuk UU Nomor 4 Tahun 2009 serta UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Ironisnya, hingga kini belum ada langkah tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH) maupun Penegak Peraturan Daerah (Perda). Keduanya dinilai abai, bahkan seolah "tutup mata" terhadap aktivitas ilegal yang merusak ekosistem dan membahayakan keselamatan warga.
Lebih dari itu, truk-truk pengangkut tanah di lokasi proyek juga diduga rutin menggunakan BBM bersubsidi, yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat kecil. Praktik ini melanggar Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar. ungkap Baedi, tokoh masyarakat Desa Sukamanah.
Dari sisi pertambangan, aktivitas tanpa izin melanggar Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020, yang dapat dikenakan sanksi 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Di tingkat daerah, pelanggaran ini juga bertentangan dengan Perda Kabupaten Lebak Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pertambangan Umum. Perda tersebut mewajibkan setiap aktivitas tambang memiliki izin resmi, dan menugaskan Satpol PP sebagai pengawas dan penindak.
Namun hingga saat ini, Satpol PP Kabupaten Lebak, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas ESDM Provinsi Banten, maupun Polres Lebak belum menunjukkan respons konkret terhadap laporan warga.
Beberapa nama yang disebut-sebut terlibat dalam proyek ini antara lain Martin, Belong, dan Ipong. Saat awak media mendatangi lokasi tambang, ketiganya tidak ditemukan, dan para pekerja enggan memberikan keterangan.
"Bahkan kepala desa Sukamanah Aang noh sudah mengirimkan surat somasi kepada pihak galian. Namun belum ada tanggapan dari pihak kalian. Ungkap Baedi selaku warga desa Sukamanah. (ds/red)